Minggu, 09 April 2017

Saham Lapis Satu, Dua, Dan Tiga Di Bursa Efek Indonesia

   Terdapat bermacam-macam jargon dan istilah pasar saham Indonesia, selain dari kosakata umum sektor finansial yang bisa ditemukan di buku diktat. Diantara yang sering disebut-sebut adalah istilah Saham Lapis Satu, Saham Lapis Dua, dan Saham Lapis Tiga. Apa arti Saham Lapis Satu, Saham Lapis Dua, dan Saham Lapis Tiga ini, dan mana saja emiten yang termasuk di masing-masing kategori?
 
   Perbedaan antara Saham Lapis Satu, Saham Lapis Dua, dan Saham Lapis Tiga terutama ditinjau dari kapitalisasi pasar masing-masing. Kapitalisasi pasar dihitung dari jumlah saham suatu emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, dikalikan harga sahamnya. Saham Lapis Satu memiliki kapitalisasi pasar terbesar, disusul oleh kategori berikutnya. Namun, penilaian setiap investor mengenai saham mana masuk kategori mana bisa berbeda-beda, dan tidak ada ambang kapitalisasi tertentu yang menjadi dasar.
Jika Anda bertanya pada 10 investor berbeda mengenai apakah saham X dan Z itu termasuk golongan mana, maka bisa muncul perselisihan pendapat tentangnya. Banyak investor juga memperhitungkan aspek selain kapitalisasi pasar dalam mengklasifikasikan jenis saham menurut kriteria ini. Diantaranya dengan menilik kinerja dan likuiditas saham terkait, terutama untuk membedakan antara Saham Lapis Dua dan Saham Lapis Tiga.

Berikut tinjauan umum mengenai karakteristik dan contoh dari masing-masing tipe.

1. Saham Lapis Satu
   Saham Lapis Satu sering juga disebut Blue Chips, yaitu saham-saham dari perusahaan unggul yang memiliki kapitalisasi pasar sangat tinggi, membukukan kinerja keuangan relatif bagus secara terus menerus dibanding saham lain dalam industri yang sama, dan memberikan dividen dengan besaran di atas rata-rata dividen saham lain di Bursa Efek Indonesia.
Dengan kriteria demikian mungkin muncul pertanyaan, apakah Saham LQ45 termasuk Saham Lapis Satu?belum tentu. Ada emiten dalam daftar LQ45 termasuk Saham Lapis Satu, tetapi sebagian bisa dianggap sebagai Saham Lapis Dua. Yang lebih tepat justru sebaliknya, semua Saham Lapis Satu termasuk LQ45.
Untuk lebih mudah memahaminya, kalau menurut Sahamgain.com, Saham Lapis Satu memiliki makna sebagai saham-saham penggerak pasar atau penggerak IHSG. Selain itu, volatilitas harga tak terlalu tinggi dan pergerakannya cenderung stabil, sehingga analis sering merekomendasikannya sebagai saham yang aman.
Namun demikian, saham di kategori ini biasanya dijual dengan harga tinggi dan adakala nilai total per-lot-nya kurang terjangkau bagi investor bermodal recehan. Beberapa contoh Saham Lapis Satu adalah UNVR, GGRM, TLKM, BBCA, ICBP, BBNI, BBRI, dan lain-lain.

2. Saham Lapis Dua

    Saham Lapis Dua memiliki likuiditas cukup tinggi, tetapi kinerja dan nilai kapitalisasi pasarnya tak sebesar Saham Lapis Satu. Disebut juga mid-cap stocks atau second-liner, dividen yang diberikan oleh Saham Lapis Dua tergolong menengah; tidak terlalu besar, tetapi juga tak bisa dibilang kecil.
Saham Lapis Dua umumnya dikenali sebagai saham likuid, tetapi harganya tak terlalu mahal. Karenanya, ada investor yang memilih untuk spesialisasi fokus ke tipe ini. Beberapa contoh Saham Lapis Dua adalah BSDE, PPRO, PWON, LSIP, JPFA, AISA, BBKP, dan lain-lain.

3. Saham Lapis Tiga

   Jika ada saham yang sering digoreng bandar, memiliki kinerja fundamental buruk, dan kerap kali tidak likuid; maka boleh jadi termasuk Saham Lapis Tiga. Bahkan menurut Sahamgain.com, harga Saham Lapis Tiga sulit diprediksi menggunakan analisis teknikal karena "grafiknya saja tidak ada".
Harga saham yang disebut juga small-cap stocks atau malah junk stocks ini tergolong sangat rendah. Tak sedikit diantaranya termasuk saham mati di kisaran 50an rupiah. Besaran dividen yang dibagikannya pun biasanya kecil, atau malah tidak memberi dividen sama sekali. Namun demikian, sewaktu-waktu harga bisa langsung melonjak hanya karena rumor tak jelas. Beberapa contoh Saham Lapis Tiga adalah DEWA, ENRG, UNSP, TRAM, BEKS, dan lain sebagainya.

Saham Mana Yang Lebih Baik Untuk Dibeli?
Antara Saham Lapis Satu, Saham Lapis Dua, dan Saham Lapis Tiga, mana yang lebih baik sebagai sarana investasi kita?
Ini akan tergantung pada situasi pasar dan strategi masing-masing investor. Saham Lapis Satu boleh jadi dianggap aman. Setelah IHSG terpuruk karena capital outflow dana asing dari Bursa Efek Indonesia, misalnya, maka ketika dana asing masuk lagi biasanya Saham Lapis Satu yang lebih dulu bangkit. Dibanding dua kategori lainnya, tipe ini memang terhitung paling cepat rebound.
Namun demikian, saham berharga rendah di lapis tiga bisa saja meninggi dalam jangka waktu panjang apabila perusahaan berhasil berkembang hingga membuahkan kinerja prima yang konsisten. Di masa-masa awal, mereka bahkan tak membagikan dividen demi memusatkan sumber daya untuk mengembangkan perusahaan, tetapi kemudian bisa menjadi perusahaan bereputasi baik dengan saham yang disukai pasar.
Ada investor membatasi pilihannya pada salah satu kategori saham saja, seperti hanya akan memperjualbelikan Saham Lapis Dua. Akan tetapi, ada juga investor yang sengaja meragamkan portofolio untuk mencakup ketiga jenis sekaligus dalam satu waktu. Apapun pilihan Anda, satu hal yang perlu diwaspadai adalah jangan sampai terjebak goreng-gorengan Saham Lapis Tiga. Tak sedikit pemula nyaris bangkrut karena keliru membeli Saham Lapis Tiga yang tengah digoreng bandar.



0 komentar:

Posting Komentar