Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) merupakan indeks saham yang mencerminkan keseluruhan saham syariah yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dilansir dari laman BEI, Kamis (20/8), konstituen ISSI adalah keseluruhan saham syariah yang tercatat di BEI dan terdaftar dalam Daftar Efek Syariah (DES).
Metode
perhitungan indeks ISSI, yang diluncurkan pada 12 Mei 2011 ini, menggunakan
rata-rata tertimbang dari kapitalisasi pasar. Sedangkan tahun dasar yang
digunakan dalam perhitungan ISSI adalah awal penerbitan DES yaitu Desember
2007. Hingga Juli 2015 kapitalisasi pasar ISSI telah mencapai lebih dari 50
persen kapitalisasi pasar Indeks Saham Gabungan (IHSG).
Dalam
Statistik Saham Syariah per Juli 2015 kapitalisasi pasar ISSI mencapai Rp
2.813,5 triliun. Lebih dari 50 persen nilai kapitalisasi pasar IHSG yang
sebesar Rp 4.961,6 triliun. Di tahun ini catatan kapitalisasi pasar ISSI yang
tertinggi berada di bulan Maret 2015 dengan total kapitalisasi pasar mencapai
Rp 3.068,4 triliun. Jumlah saham syariah sendiri tercatat sebanyak 334 saham
yang terdaftar di DES.
Konstituen
ISSI pun akan ditinjau secara berkala enam bulan sekali, yaitu pada Mei dan
November dan dipublikasikan pada awal bulan berikutnya. Otoritas Jasa Keuangan
adalah lembaga yang berwenang meninjau konstituen ISSI yang terdaftar di DES
dan melakukan penyesuaian apabila ada saham syariah yang baru tercatat atau
dihapuskan dari DES.
Sumber
data yang digunakan sebagai bahan penelaahan dalam penyusunan DES berasal dari
laporan keuangan yang telah diterima oleh OJK, serta data pendukung lainnya
berupa data tertulis yang diperoleh dari Emiten atau Perusahaan Publik. Review
atas DES juga dilakukan apabila terdapat Emiten atau Perusahaan Publik yang
Pernyataan Pendaftarannya telah menjadi efektif dan memenuhi kriteria Efek
Syariah atau apabila terdapat aksi korporasi, informasi, atau fakta dari Emiten
atau Perusahaan Publik yang dapat menyebabkan terpenuhi atau tidak terpenuhinya
kriteria Efek Syariah.
MEKANISME PERDAGANGAN SAHAM SYARIAH
Pada 2011 Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah mengeluarkan Fatwa DSN MUI
yang mendasari perdagangan saham syariah secara syariah. Fatwa tersebut adalah
Fatwa Nomor 80 Tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam Mekanisme Perdagangan
Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek. Di dalamnya ada lima
ketentuan mekanisme perdagangan Efek Syariah, yaitu :
1.
Perdagangan Efek di Pasar Reguler Bursa Efek menggunakan akad jual beli
(bai’)
2.
Akad jual beli dinilai sah ketika terjadi kesepakatan pada harga serta
jenis dan volume tertentu antara permintaan beli dan penawaran jual. Baca: Jual
Beli dengan Akad Murabahah, Tidak Sulit
3.
Pembeli boleh menjual efek setelah akad jual beli dinilai sah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan diatas, walaupun penyelesaian administrasi
transaksi pembeliannya (settlement) dilaksanakan di kemudian hari, berdasarkan
prinsip qabdh hukmi (penguasaan komoditi oleh pembeli secara dokumen
kepemilikan komoditi yang dibelinya baik dalam bentuk catatan elektronik maupun
non-elektronik).
4.
Efek yang dapat dijadikan obyek perdagangan hanya Efek Bersifat Ekuitas
Sesuai Prinsip Syariah.
5.
Harga dalam jual beli tersebut dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan
yang mengacu pada harga pasar wajar melalui mekanisme tawar menawar yang
berkesinambungan (bai’ almusawamah).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
pun secara periodik telah mengeluarkan Daftar Efek Syariah (DES) yang memuat
saham-saham yang sesuai dengan ketentuan syariah. Hingga Juni 2015 ada 334
saham yang masuk dalam kategori sebagai saham syariah di Indonesia. Nilai
kapitalisasi pasar yang tergabung dalam Indeks Saham Syariah Indonesia tercatat
sebesar Rp 2.871,9 triliun. Sedangkan, total nilai kapitalisasi pasar 30 saham
syariah teratas yang terdapat di Jakarta Islamic Index sebesar Rp 1.901,6
triliun.
KRITERIA PEMILIHAN SAHAM SYARIAH
Kriteria pemilihan saham
syariah didasarkan kepada Peraturan Bapepam & LK No. II.K.1 tentang
Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek syariah, pasal 1.b.7. Dalam peraturan
tersebut disebutkan bahwa Efek berupa saham, termasuk HMETD syariah dan Waran
syariah, yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik yang tidak
menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, sepanjang Emiten atau Perusahaan Publik tersebut:
A. Tidak melakukan kegiatan
usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf b Peraturan Nomor IX.A.13,
yaitu:
1.
Perjudian dan permainan yang tergolong judi.
2.
Perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain :
·
perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa.
·
perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu.
3.
Jasa keuangan ribawi, antara lain:
·
bank berbasis bunga
·
perusahaan pembiayaan berbasis bunga
4.
Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau
judi (maisir), antara lain asuransi konvensional.
5.
Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan
antara lain:
·
barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi).
·
barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang
ditetapkan oleh DSN-MUI.
·
melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah)
B. Memenuhi rasio-rasio
keuangan sebagai berikut:
1.
Total utang yang berbasis bunga dibandingkan dengan total ekuitas tidak
lebih dari 82% (delapan puluh dua per seratus).
2.
Total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan
dengan total pendapatan usaha (revenue) dan pendapatan lain-lain tidak lebih
dari 10% (sepuluh per seratus).
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar