Senin, 30 Januari 2017

Menerawang Ekonomi Indonesia

     Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas menyebutkan kondisi perekonomian Indonesia pada 2017 dihadapkan berbagai tantangan yang tidak ringan dan bisa mengejutkan, baik yang datang dari eksternal maupun domestik. Hal ini disampaikan Ronald Waas dalam Sertijab Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu Bambang Himawan kepada Endang Kurnia Saputra di Bengkulu. "Kondisi perekonomian global saat ini cenderung bias ke bawah, sebagai dampak pemulihan ekonomi global yang masih cenderung lambat dan tidak merata," kata Ronald.Ekonomi dunia yang semula diproyeksikan tumbuh 3,5 persen harus dikoreksi menjadi 3 persen yang lebih rendah dibanding tahun lalu 3,1 persen. Potensi bias ke bawah ini didorong oleh perkiraan pertumbuhan ekonomi AS yang tidak sekuat proyeksi sebelumnya, dan ekonomi Tiongkok masih mengalami perlambatan. Kenaikan suku bungan Bank Sentral Amerika Serikat (Fed Fund Rate) yang diperkirakan terjadi pada Desember 2016 turut menimbulkan ketidakpastian di pasar dan mempengaruhi perkembangan ekonomi global. Normalisasi kebijakan The Fed berpotensi memicu capital outflows, sehingga dapat menimbulkan tekanan pasar keuangan di kawasan, tak terkecuali Indonesia. Sementara itu tantangan domestik Indonesia diwarnai dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat, defisit fiskal yang diperkirakan masih akan besar, utang luar negeri mengalami kenaikan, serta pertumbhan kredit yang masih rendah dengan diikuti risiko peningkatan kredit bermasalah (Non Performing Loan).

     Berdasarkan laporan Indeks Daya Saing Global 2016-2017 dirilis World Economic Forum (WEF), menunjukkan daya saing Indonesia merosot dari peringkat 37 menjadi 41 dari 138 negara. Kondisi ini menunjukkan Indonesia harus lebih keras lagi untuk dapat bersaing dalam perekonomian dunia. Berkaca pada tantangan tersebut BI mencanangkan bauran kebijakan yang mengutamakan stabilitas ekonomi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Kebijakan BI senantiasa diarahkan untuk menciptakan kondisi makroekonomi yang stabil, terutama pencapaian inflasi menuju sarana yang ditetapkan, dan menunrunkan defisit transaksi berjalan. "Peran kantor Bank Indonesia di wilayah perwakilan sebagai mintra pemerintah semakin penting, terutama dalam memberikan masukan tentang arah kebijakan pembangunan," paparnya
 
      Namun menurut Pengamat Ekonomi Prasetijono Widjojo mengatakan Ekonomi Indonesia di 2017 masih akan dihadapkan pada sejumlah tantangan, baik dari sisi internal maupun eksternal. Hal ini akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi di tahun depan. "Terjadi penurunan, namun penurunannya melambat, dan jumlahnya masih tinggi," ujar dia dalam acara Refleksi dan Pernyataan Akhir Tahun Alumni GMNI‎ di Jakarta, Kamis (29/12/2016). Tantangan ekonomi Indonesia kedua, kerentanan di mana penduduk Indonesia yang hidup di atas gari‎s kemiskinan masih rentan terhadap goncngan ekonomi. Ketiga, kesenjangan ditandai dengan tingkat rasio gini yang masih cukup tinggi yaitu di angka 0,39. "Meski pun sudah sedikit menurun, tapi pertumbuhan yang condong ‎lebih memberikan manfaat kepada kelompok menengah ke atas," kata dia. Keempat, tingkat pengangguran terbuka yang cukup tinggi yaitu sebesar 5,5 persen. Dan kelima, kondisi fiskal yang masih dihadapkan pada persoalan belum optimalnya penerimaan negara ‎dan belanja yang masih harus dipertajam. "Defisit anggaran harus dijaga dan keseimbangan primer masih harus diperbaiki," ungkap dia. Sementara dari sisi eksternal, ekonomi Indonesia setidaknya akan dihadapkan dengan empat tantangan. Pertama adalah perlambatan ekonomi global. Kedua adalah masih berlanjutnya ketidakpastian di Eropa pasca Brexit. Ketiga adalah perubahan politik di Amerika Serikat setelah terpilihnya Donald Trump yang diyakini akan berdampak luas. Terakhir atau keempat adalah mengenai harga komoditas. "Harga komoditas‎ yang masih belum pulih sepenuhnya," tandas dia.

     Disisi lain setelah terpilihnya Donal Trump sebagai presiden amerika, Trump juga memiliki beberapa kebijakan dimana kebijakan tersebut secara tidak langsung mempengaruhi indonesia. “America First, buy America and hire america”. Kurang lebih seperti itulah gambaran kebijakan yang akan dilakukan Trump dan disampaikan saat pidato pelantikan dirinya menjadi presiden Amerika Serikat pada 20 Januari 2017. Melalui 2 aturan sederhana itu, Trump berjanji akan mengedepankan Amerika diatas segala kepentingan lainnya. Hal ini berarti, Trump akan mementingkan perkembangan ekonomi Amerika dan menghapus segala hal yang dapat menghambat perkembangan itu, misalnya seperti hubungan perdagangannya dengan Cina.

       Dalam waktu 48 jam  setelah pelantikannya, Trump langsung mengeluarkan berbagai macam kebijakan. Langkah tersebut menuai berbagai gejolak dan kritik dari berbagai pihak. Kira-kira kebijakan apa saja yang langsung direalisasikan Trump? Kenapa tindakannya menuai kritik dari masyarakat? Lalu, bagaimana dengan kebijakan-kebijakan yang sudah dijanjikan oleh Trump semasa kampanyenya dulu? Akankah kebijakan tersebut juga terealisasi? Langsung saja kita simak ulasannya berikut ini.

2 Hari Di Gedung Putih, Trump Keluarkan Berbagai Kebijakan 
     Donald Trump, sepertinya sangat bersemangat untuk segera mengaplikasikan berbagai kebijakan-kebijakan untuk segera memperkuat perekonomian dan kondisi Amerika seperti yang telah direncanakannya sebelumnya.
Trump juga mulai mewujudkan janji kampanyenya untuk lebih protektif dalam hubungan dagang dengan negara-negara lain. Salah satu caranya adalah bertemu dengan para pemimpin negara Meksiko dan Kanada untuk memulai renegosiasi perjanjian dagang kawasan Amerika Utara atau NAFTA. Sebelumnya, Trump juga berencana menarik diri dari kerjasama dagang Trans Pasifik (TPP).
Berikut langkah-langkah yang dilakukan Trump dalam waktu 48 jam setelah resmi berkantor di gedung putih:
  • Mengambil alih pemerintahan federal secara penuh.
  • Mengeluarkan perintah untuk menghapus kebijakan presiden terdahulu, Barack Obama, dalam bidang kesehatan (Obamacare).
  • Menghentikan pengurangan premi asuransi tahunan kredit perumahan dan menghapuskan fasilitas kredit perumahan dari pemerintah.
  • Memerintahkan lembaga-lembaga untuk membekukan kebijakan baru, agar pemerintahan Trump bisa melakuan kajian.
  • Mendapatkan persetujuan legal dari Departemen Kehakiman bagi menantunya, Jared Kushner, untuk menempati sebuah posisi di Gedung Putih.
  • Menemui para petinggi CIA. Trump juga mengambil alih kode nuklir yang berlaku.
  • Trump mengajukan Mike Pompeo, politikus Partai Republik dari Kansas, sebagai Direktur CIA.
  • Ketegangan di Irak meningkat gara-gara pernyataan Trump yang menyesal tidak menguasai minyak negara tersebut. “Mungkin kita punya kesempatan lainnya,” kata Trump dalam pertemuannya dengan pejabat CIA.
  • Berbicara dengan Presiden Meksiko. Keduanya dijadwalkan bertemu pada akhir Januari. (Baca: Setelah Cina, Pemerintah Meksiko Ancam Balas Kebijakan Trump)
  • Berbincang dengan Perdana Menteri Kanada untuk membicarakan kerjasama ekonomi kedua negara.
  • Mengumumkan telah melakukan pertemuan dengan para pemimpin di Meksiko dan Kanada untuk memulai renegosiasi NAFTA.
  • Melakukan kunjungan perdananya ke luar negeri pada Jumat ini untuk menemui Perdana Menteri Inggris, Theresa May.
  • Mengisyaratkan perubahan hak warga sipil. Sebelumnya, Departemen Kehakiman meminta penundaan atas gugatan terhadap hukum yang berlaku di Texas, mengenai nomor identitas bagi pemilih.
  • Mempersiapkan lebih banyak kebijakan dalam pekan ini.
  • Meminta lembaga pengelola taman nasional (National Park Service) untuk tidak mengunggah konten apapun di Twitter. Sebelumnya, National Park Service me-retweet foto-foto yang memperlihatkan perbedaan jumlah pengunjung pada saat pelantikan Obama tahun 2009 dan inagurasi Trump pekan lalu.
  • Memulai pembicaraan rencana pemindahan kedutaan besar Amerika Serikat di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem

     Dalam berbagai kebijakan yang telah direalisasikan Trump, Keputusan perdana Trump yang paling banyak menuai kontroversial adalah menghapus kebijakan perlindungan kesehatan yang diusung presiden terdahulu, Barack Obama, yang dikenal dengan nama Obamacare.
Perlu Anda ketahui, sebelum adanya Obamacare, untuk mendapatkan layanan kesehatan di Amerika hanya terbatas kepada 4 golongan saja, antara lain:
  • Orang-orang yang bekerja di perusahaan dengan asuransi kesehatan.
  • Orang-orang yang bisa membeli asuransi kesehatan dengan uang sendiri dan tidak punya pre-existing condition.
  • Fakir miskin yang punya Medicaid.
  • Kaum lanjut usia 65 tahun ke atas yang punya Medicare.
     Sebelum Obamacare, jika Anda tidak termasuk 4 kategori di atas, Anda terpaksa harus merogoh dompet sendiri untuk membayar semua ongkos rumah sakit/ dokter. Kalau tidak mampu, solusinya dua. Rumah Sakit menanggung ongkosnya, atau Anda harus menyatakan diri bangkrut. Ironis, bukan? Sistem di Amerika memang dibikin begitu agar memberikan Tax Break (potongan pajak) untuk perusahaan-perusahaan yang menyediakan asuransi kesehatan bagi pekerjanya.

     Namun, sistem ini juga memiliki beberapa kelemahan, Kekurangan utama Obamacare adalah naiknya ongkos layanan kesehatan di awal implementasinya buat pemerintah federal. Ini karena banyak warga Amerika akan memperoleh perawatan pencegahan penyakit untuk pertama kali dalam hidupnya.Hal ini bisa mengarah pada perawatan penyakit yang sebelumnya tidak ketahuan dan dapat menaikkan biaya Obamacare pada permulaan.

      Dan, kekurangan lain adalah terhadap individu dan bisnis yang harus membayar pajak lebih tinggi. Juga, sekitar 3-5 juta pekerja bisa kehilangan asuransi kesehatan yang sekarang disediakan perusahaannya. Itu karena sejumlah perusahaan menganggap lebih hemat jika pegawainya membeli asuransi kesehatan sendiri dan membayar penalti/ denda.

      Obama Care menjadi salah satu poin debat capres Amerika Serikat putaran kedua. Pertanyaan datang dari perwakilan masyarakat yang hadir dalam Town Hall. Sorotan utamanya adalah bagaimana cara dua capres menekan premi Obama Care serta memperluas pertanggungan. Trump menganggap program tersebut tidak berjalan dikarenakan biayanya yang terlalu mahal dan akan mengganti program tersebut dengan program kesehatan lainnya yang lebih murah dan terjangkau untuk masyarakat Amerika.
 
10 Kebijakan Utama Pasca Pelantikan

Selain kebijakan diatas, Trump juga menjanjikan beberapa kebijakan utama yang akan segera diterapkannya setelah menjabat sebagai presiden di gedung putih. Berikut ini sepuluh poin kebijakan utama yang akan dijalankan Trump segera setelah ia dilantik pada Jumat, 20 Januari 2017 waktu Amerika Serikat.
  1. Memperkenalkan amendemen konstitusi untuk batas jangka waktu kongres.
  2. Membekukan penerimaan pegawai pemerintah federal agar dapat mengurangi pengeluaran gaji, kecuali untuk petugas militer, keamanan publik, dan lembaga kesehatan masyarakat.
  3. Menghentikan kebijakan menggunakan jasa eks pejabat Gedung Putih dan anggota kongres menjadi pelobi selama lima tahun setelah pensiun.
  4. Mengumumkan rencana renegosiasi Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA) dengan Kanada dan Meksiko atau menarik diri dari kesepakatan.
  5. Secara formal menarik diri dari Trans-Pacific Partnership (TPP).
  6. Pembatasan eksplorasi pertambangan batu bara serta pengeboran minyak dan gas alam.
  7.  Menghapuskan semua hambatan era Presiden Barack Obama terhadap proyek-proyek energi, seperti pipa Keystone XL.
  8. Menghentikan pembayaran untuk program perubahan iklim kepada PBB dan mengalihkan dana tersebut untuk program air bersih Amerika Serikat dan membangun prasarana lingkungan.
  9. Menghentikan semua pendaan untuk “kota kudus”, tempat di mana para imigran ilegal tanpa dokumen ditampung tanpa bisa ditahan petugas.
  10. Menjegal imigran dari wilayah yang terkait dengan terorisme.

Kebijakan Yang Masih “Dijanjikan”
      Pada saat kompetisinya melawan Hillary Clinton di kampanye pemilihan presiden Amerika yang lalu, Trump menjanjikan beberapa kebijakan yang mungkin saja tidak hanya akan berefek positif, akan tetapi juga negatif, melihat beberapa kebijakannya yang sangat agresif. Berikut rangkuman beberapa janji kebijakan yang masih direncanakan Trump sesuai bidang-bidang tertentu, antara lain:
1.    Ekonomi
‘Perang perdagangan’ dengan Tiongkok, menaikkan pajak impor dari Tiongkok dan Meksiko, menurunkan pajak dalam negeri.
2.    Luar Negeri
Menaikkan anggaran militer dan persenjataan untuk melawan ISIS, mempererat hubungan dengan Rusia, dan mendukung Brexit.
3.    Imigrasi
Membangun tembok di perbatasan AS-Meksiko untuk halau imigran ilegal, melarang seluruh muslim masuk Amerika
4.    Kesehatan
Menghapus layanan kesehatan Amerika dan mendesak perusahaan-perusahaan jaminan kesehatan untuk terlibat.
5.    Aborsi
Pro-kehidupan, sehingga ia ingin menghapus pembiayaan prosedur aborsi dari anggaran negara.
6.    Penggunaan Senjata
Mendukung Amandemen Kedua yang menjamin hak warga Amerika atas kepemilikan senjata, melarang kepemilikan senjata bagi teroris.

Jalankan Proteksionisme, Tingkatkan Peluang Ekspor Komoditas Indonesia
     Trump sebagai presiden terpilih Amerika Serikat, telah menegaskan janji kampanyenya untuk melakukan proteksi dagang. Ia juga menjelaskan bahwa ia hanya akan menjalankan 2 aturan sederhana dalam mengatur dan menjalankan kebijakannya, “Buy America and Hire America”. Jika hal itu benar-benar terealisasi, akan ada tantangan sekaligus peluang dari kebijakan itu.

     Dengan Indonesia, nilai perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat selama beberapa tahun ini stagnan pada angka sekitar US$ 19 miliar. Bagi Amerika Serikat, Indonesia merupakan mitra dagang peringkat ke-20 di dunia. Peringkat tersebut bahkan di bawah Vietnam, Thailand, dan Malaysia.
Nilai impor produk Indonesia masih kecil dianggap tidak terlalu berkontribusi terhadap defisit perdagangan Amerika Serikat. Namun, secara tak langsung Indonesia akan menghadapi peningkatan tindakan proteksionisme.

     Jika Trump menjalankan kebijakan proteksionismenya, maka Indonesia berpotensi mendapat limpahan impor benang atau produk tekstil tekstil dari negara yang hasil produksinya tidak bisa masuk Amerika Serikat. Hal itu bisa membahayakan industri domestik dan mengacaukan harga di pasaran.
Di sisi lain, jika Trump membatalkan proyek green energy warisan Obama, maka bisa mendongkrak harga batubara. Green energy merupakan salah satu program dari Obama untuk mengatasi masalah pemanasan global dengan mengganti penggunaan bahan bakar fosil, seperti minyak, batu bara, dan gas dengan energi alternatif lainnya seperti sinar matahari, panas bumi dan lain-lain. Selain pernah mengatakan bahwa akan mencabut semua kebijakan yang pernah dibuat oleh Obama sebelumnya, Trump juga menganggap bahwa “pemanasan global” hanyalah bualan yang dilontarkan tiongkok untuk mencegah Trump menjalankan kebijakannya.

     jika dibatalkan maka lembaga pembiayaan Amerika akan mengucurkan pendanaan ke proyek-proyek industri batubara dan bahan bakar fosil lainnya. Jika benar, ini akan berdampak positif untuk sektor komoditas dunia termasuk tanah air.

     Jika Trump benar-benar akan melakukan proteksionisme terhadap negara lainnya, maka hal tersebut tidak akan terlalu berdampak terhadap ekonomi Indoneisa. Sebab, produk ekspor andalan Indonesia ke Amerika Serikat umumnya berbasis komoditas yang kompetitif seperti karet, udang dan furniture.
 
     Selain itu, komoditas ekspor ke Negeri Paman Sam juga merupakan produk manufaktur padat karya yang mengandalkan upah buruh murah, seperti tekstil, produk tekstil, dan alas kaki. Kontribusi tiga produk itu mencapai 31 persen dari total ekspor Indonesia ke Amerik Serikat. Dengan upah yang relatif tinggi, peluang Amerika untuk membangun industri manufaktur padat karya yang kompetitif masih sangat kecil.
 
     Selain itu, ia menilai bahwa target utama proteksionisme Trump memang bukan Indonesia, melainkan Cina dan Meksiko. Dalam kampanyenya pun, Trump sudah mengancam akan mengenakan bea masuk untuk barang asal kedua Negara itu hingga 45 persen dan 36 persen.
 
     Meskipun memang, kebijakan-kebijakan yang akan dijalankan oleh Trump, kemungkinan besar akan membuat para investor asing lebih memilih untuk berinvestasi di Amerika dan sebabkan outflow Indonesia. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan pelemahan terhadap IHSG, dikarenakan banyaknya dana asing yang keluar. Akan tetapi, dengan potensi pertumbuhan perekonomian Indonesia yang masih potensial, dan sektor ekspor yang terus meningkat, hal tersebut dapat menjaga pergerakan IHSG.
 
      Perihal kebijakan proteksionisme yang akan dijalankan oleh Trump, Anda perlu perhatikan beberapa saham di sektor komoditas ekspor Indonesia, terutama di bidang pertambangan seperti BUMI, DEWA, BRMS, ENRG, ELSA dan BIPI. Dengan adanya berbagai peraturan dari pemerintah yang semakin mendorong produk ekspor, serta Amerika yang akan menutup dirinya dari perdagangan dunia, hal tersebut akan membuka peluang ekspor komoditas Indonesia untuk bersaing di kanca dunia. Tidak hanya prospeknya saja yang bagus, pola dari saham-saham tersebut pun juga masih potensial untuk jangka menengah ke atas. 


Written : Rian Adi Gunawan

0 komentar:

Posting Komentar